Tanaman kopi dipercaya berasal dari benua Afrika kemudian menyebar ke seluruh dunia. Saat ini kopi ditanam meluas di Amerika Latin, Asia-pasifik dan Afrika. Pohon kopi bisa tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim tropis dan subtropis meliputi dataran tinggi maupun dataran rendah. Kopi dipanen untuk diambil bijinya kemudian dijadikan minuman atau bahan pangan lainnya.
Di Indonesia, tanaman kopi dibawa oleh bangsa Belanda pada tahun 1896. Mereka memperkenalkan jenis kopi arabika. Pada perkembangannya, terjadi serangan penyakit karat daun (HV) yang menyebabkan kematian tanaman secara massal. Kemudian pemerintahan kolonial memperkenalkan jenis kopi liberika dan robusta yang lebih tahan penyakit HV.
Jenis kopi budidaya
Jenis kopi yang paling populer adalah arabika. Para penikmat kopi menghargai jenis kopi arabika lebih dibanding jenis kopi lainnya. Faktor penentu mutu kopi selain jenisnya antara lain habitat tumbuh, teknik budidaya, penanganan pasca panen dan pengolahan biji.
Jenis kopi yang ada di bumi ini sangat banyak ragamnya. Namun hanya empat jenis kopi yang dibudidayakan dan diperdagangkan secara massal. Sebagian hanya dikoleksi pusat-pusat penelitian dan ditanam secara terbatas. Sebagian lagi masih tumbuh liar di alam.
Empat jenis kopi yang banyak dibudidayakan adalah jenis kopi arabika, robusta, liberika dan excelsa. Sekitar 70% jenis kopi yang beredar di pasar dunia adalah kopi arabika. Disusul jenis kopi robusta menguasai 28%, sisanya adalah kopi liberika dan excelsa.
a. Kopi arabika
Kopi arabika (Coffea arabica) merupakan jenis kopi yang paling disukai karena rasanya dinilai paling baik. Jenis kopi ini disarankan untuk ditanam di ketinggian 1000-2100 meter dpl. Namun masih bisa tumbuh baik pada ketinggian diatas 800 meter dpl. Bila ditanam di dataran yang lebih rendah, jenis kopi ini sangat rentan terhadap penyakit HV.
Arabika akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 16-20oC. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, kopi arabika membutuhkan bulan kering sekitar 3 bulan/tahun. Arabika mulai bisa dipanen setelah berumur 4 tahun. Dengan produktivitas rata-rata sekitar 350-400 kg/ha/tahun. Namun bila dipelihara secara intensif bisa menghasilkan hingga 1500-2000 kg/ha/tahun.
Apabila telah matang, buah arabika berwarna merah terang. Buah yang telah matang mudah sekali rontok, jika dibiarkan buah tersebut akan menyerap bau-bauan yang ada ditanah sehingga mutunya turun. Arabika sebaiknya dipanen sebelum buah rontok ke tanah. Rendemen atau prosentase antara buah yang panen dengan biji kopi (green bean) yang dihasilkan sekitar 18-20%.
Para petani kopi arabika biasa mengolah buah kopi dengan proses basah. Meski memerlukan biaya dan waktu lebih lama, tapi mutu biji kopi yang dihasilkan jauh lebih baik.
b. Kopi robusta
Kopi robusta (Coffea canephora) lebih toleran terhadap ketinggian lahan budidaya. Jenis kopi ini tumbuh baik pada ketinggian 400-800 m dpl dengan suhu 21-24oC. Buididaya jenis kopi ini sangat cocok dilakukan didataran rendah dimana kopi arabika rentan terhadap serangan penyakit HV. Dahulu setelah ada serangan penyakit HV yang masif, pemerintah kolonial mereplanting tanaman kopi arabika dengan kopi robusta.
Jenis kopi robusta lebih cepat berbunga dibanding arabika. Dalam waktu sekitar 2,5 tahun robusta sudah mulai bisa dipanen meskipun hasilnya belum optimal. Produktivitas robusta secara rata-rata lebih tinggi dibanding arabika yakni sekitar 900-1.300 kg/ha/tahun. Dengan pemeliharaan intensif produktivitasnya bisa ditingkatkan hingga 2000 kg/ha/tahun.
Untuk berbuah dengan baik, jenis kopi robusta memerlukan waktu panas selama 3-4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali hujan. Buah robusta bentuknya membulat dan warna merahnya cenderung gelap. Buah robusta menempel kuat di tangkainya meski sudah matang. Rendemen kopi robusta cukup tinggi sekitar 22%.
Para penggemar kopi menghargai robusta lebih rendah dari arabika. Karena harganya yang murah, para petani seringkali mengolah biji kopi robusta dengan proses kering yang lebih rendah biaya.
c. Kopi liberika
Kopi liberika (Coffea liberica) bisa tumbuh dengan baik didataran rendah dimana robusta dan arabika tidak bisa tumbuh. Jenis kopi ini paling tahan pada penyakit HV dibanding jenis lainnya. Mungkin inilah yang menjadi keunggulan kopi liberika. Ukuran daun, percabangan dan tinggi pohon jenis kopi liberika lebih besar dari arabika dan robusta.
Kopi liberika mutunya dianggap lebih rendah dari robusta dan arabika. Ukuran buahnya tidak merata, ada yang besar ada yang kecil bercampur dalam satu dompol. Selain itu rendemen kopi liberika juga sangat rendah yakni sekitar 12%. Hal ini yang membuat para petani malas menanam jenis kopi ini.
Produtivitas jenis kopi liberika ada pada kisaran 400-500 kg/ha/tahun. Liberika dapat berbunga sepanjang tahun dan cabang primernya dapat bertahan lebih lama. Dalam satu buku bisa berbunga lebih dari satu kali. Di Indonesia, jenis kopi ini ditanam di daerah Jawa dan Lampung.
d. Kopi excelsa
Kopi excelsa (Coffea excelsa) merupakan salah satu jenis kopi yang paling toleran terhadap ketinggian lahan. Kopi ini bisa tumbuh dengan baik didataran rendah mulai 0-750 meter dpl. Selain itu, kopi excelsa juga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan.
Pohon kopi excelsa bisa menjulang hingga 20 meter. Bentuk daunnya besar dan lebar dengan warna hijau keabu-abuan. Kulit buahnya lembut, bisa dikupas dengan mudah oleh tangan. Kopi excelsa memiliki produktivitas rata-rata 800-1.200 kg/ha/tahun. Kelebihan lain jenis kopi excelsa adalah bisa tumbuh di lahan gambut. Di Indonesia, excelsa ditemukan secara terbatas di daerah Tanjung Jabung Barat, Jambi.
0 komentar:
Posting Komentar