Jumat, 06 Oktober 2017

Kopi Arabica, Robusta, Liberica atau Excelsa?

Ada empat varietas atau jenis kopi yang paling dikenal di dunia yakni; Robusta, Arabika, Liberica, dan Excelsa. Meski sama-sama keluarga kopi, masing-masing varietas memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Cara membedakan kopi tersebut terbilang gampang yakni dengan melihat daun, buah, dan batang masing-masing varietas. Berikut adalah cara membedakan jenis-jenis kopi dilihat dari bentuk fisik pohonnya:

Ciri Khas Kopi Robusta
Ciri khas kopi Robusta dapat diketahui dari pertumbuhannya yang berbentuk menyerupai payung. Ciri lain daunnya lebih tipis dibanding Excelsa dan tepi daun seperti bergerigi. Bunga kopi berwarna putih dengan 5 sampai 6 kelopak yang tumbuh pada cabang. Buah kopi Robusta bergerombol dan berwarna merah darah saat sudah masak.

Sama seperti varietas lain, kopi Robusta dapat menghasilkan buah empat tahun. Kopi Robusta yang dikelola dengan baik memiliki produktifitas tinggi. Setidaknya satu hektar lahan kopi Robusta dapat menghasilkan sekitar 1,2 ton per tahun dari biji kopi hijau. 

Meski memiliki produktifitas tinggi, sebagian orang beranggapan bahwa kualitas rasa dan aroma kopi Robusta kalah dibanding kopi Arabica. Penilaian tersebut sifatnya subyektif, karena masing-masing orang punya selera yang berbeda terhadap kopi. Bisa saja orang beranggapan bahwa kopi Robusta-lah yang paling baik.

Ciri Khas Kopi Arabica
Varietas kopi Arabica umumnya lebih kecil dibanding Liberica dan Robusta. Kopi Arabica memiliki cabang yang berlawanan, horizontal dan berpasangan. Daunnya harum, berwarna hijau pekat. Biji kopinya lonjong elips, berwarna hijau, dan kemudian berubah menjadi merah atau kuning saat matang. Panjang ukuran bibit berkisar 8,5-12,7 cm.

Kopi Arabika dapat berbuah  setelah dua tahun penanaman. Umumnya, sebuah perkebunan dengan luas satu hektar yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan 1 ton kopi gelondongan. Sebagian orang menganggap kopi Arabika sebagai varietas kopi terbaik karena kualitas rasa dan aroma yang sangat baik. Namun varietas ini memiliki kelemahan yakni sangat rentan terhadap serangan karat daun kopi.

Ciri Khas Kopi Liberica
Kopi Liberica memiliki nama bermacam-macam. Orang Inggris menyebut kopi Liberia dengan nama  Baraco coffee. Sedangkan orang Filipina menyebut,  Kapeng barako .  Dan orang Temanggung menyebut kopi Liberica dengan nama Kopi Boriah.

Jenis kopi Liberica menghasilkan buah yang paling besar di banding Arabica dan Robusta. Kopi Liberica juga memiliki rasa dan warna yang sangat kuat. Ciri khas Liberica adalah pohon tegak dengan batang lurus. Daunnya lebih tebal dan teksturnya kasar. Bentuk buah kopinya bulat, tumbuh bergerombol atau kadang tumbuh sendiri-sendiri.

Keunggulan varietas Liberica adalah sangat tahan terhadap kekeringan. Varietas ini dapat berbuah setelah usia penanaman mencapai  4 sampai 5 tahun dari tanam. Satu hektar lahan yang ditanami Liberica dapat menghasilkan sekitar 1.000 kg per tahun.

Ciri Khas Kopi Excelsa
Varietas ini mirip dengan Liberica namun memiliki ciri khas pada daunnya yang lebih halus, tipis dan lebih bulat. Daun muda biasanya mengkilap dengan warna kuning kehijauan. Ukuran bunga sangat besar dan berwarna putih dengan 4 sampai 6 kelopak. Bentuk buah bulat mirip telur tapi kecil.

Bobot buah biasanya lebih berat dari Arabica tetapi lebih ringan dibandingkan dengan Liberica. Seperti Liberica usia penanaman sampai berbuah membutuhkan waktu sekitar 4 sampai 5 tahun. Tingkat produktifitas tanaman bisa menghasil 1.000 kg per hektar setiap tahun.

Selasa, 19 September 2017

Yuk Berkenalan Dengan Kopi Excelsa

Kopi excelsa ditemukan pada awal abad ke-20 di wilayah Afrika Barat. Pada awalnya tanaman ini disebut sebagai spesies Coffea excelsa, kadang-kadang disebut spesies Coffea dewevrei. Belakangan dikoreksi menjadi Coffea liberica var. dewevrei, sebagai salah satu varietas kopi liberika. Namun nama-nama tersebut masih menjadi perdebatan para ahli. Kopi excelsa memiliki banyak nama sinonim.

Saat ini kopi excelsa tidak banyak dibudidayakan. Lebih dari 90% perdagangan kopi dunia dikuasai oleh jenis kopi arabika dan robusta, sebagian kecil sisanya liberika dan excelsa. Di Indonesia kopi excelsa bisa ditemukan di Jambi, ditanam di dataran rendah bertanah gambut.
Botani kopi excelsa
Klasifikasi tanaman

Seperti sudah disinggung di awal ada banyak nama sinonim untuk nama latin kopi excelsa. Auguste Chevalier, menyebut kopi ini sebagai spesies Coffea excelsa.1 Sementara itu peneliti lainnya, yakni Émile De Wildeman dan Théophile Durand menyebutnya sebagai spesies Coffea dewevrei.2

Belakangan, Jean Paul Antoine Lebrun, menggolongkan kopi excelsa sebagai salah stau varietas dari kopi liberika dengan nama ilmiah Coffea liberica var. dewerei.3 Selain itu, ada juga yang menamakannya Coffea liberica var. excelsa. Meskipun memiliki banyak nama sinonim, dalam dunia perdagangan komoditas ini dikenal sebagai excelsa.

Deskripsi tanaman
Kopi excelsa ditemukan pertama kali pada tahun 1905 oleh August Chevalier, seorang botanis dan ahli taxonomi asal Perancis. Dia menemukan kopi ini di sekitar aliran Sungai Chari tidak jauh dari Danau Chad di Afrika Barat. Warna daunnya hijau tua dengan bagian belakang berwarna hijau terang. Ukuran daun lebar dan luas. Bunganya berwarna putih dan besar, tumbuh berkelompok terdiri dari satu sampai lima bunga dalam satu kelompok. Buah kopi excelsa pendek dan lebar. Bijinya lebih kecil dari robusta, warnanya kuning cerah seperti liberika.4

Habitat tumbuh
Tanaman kopi excelsa cocok dikembangkan pada ketinggian lahan mulai 0-750 meter di atas permukaan laut. Idealnya di daerah beriklim tropis dengan curah hujan sedang. Pada tingkat curah hujan tinggi tanaman ini akan lebih mengembangkan kayunya dibanding buahnya. Kopi excelsa memerlukan waktu satu hingga dua bulan dengan curah hujan kurang dari 50 mm untuk berbunga. Tanaman ini diketahui tahan terhadap penyakit karat daun, Hemileia vastratrix (HV). Produktivitas kopi excelsa mencapai 1,2 ton per hektar.5

Di Indonesia kopi excelsa dibudidayakan secara terbatas di daerah Tajung Jabung Barat, Jambi. Tanaman ini bisa tumbuh di tanah gambut yang memiliki tingkat keasaman tinggi. Kopi excelsa termasuk tanaman kopi yang bisa cepat menghasilkan, dalam kurun 3,5 tahun buahnya sudah bisa dipanen.

Senin, 18 September 2017

Magma, Aplikasi Android Buat Pantau Bencana di Indonesia

Bandung - Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) berhasil menciptakan aplikasi untuk meningkatkan mitigasi bencana yang diberinama Magma Indonesia. Berbagai informasi tentang kebencanaan geologi bisa dilihat secara real time oleh masyarakat melalui layanan ini.

Magma (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assesment) diklaim menjadi aplikasi mobile pertama di dunia yang menyajikan informasi mengenai kebencanaan geologi terintegrasi dalam satu jendela dan bisa diakses secara real time.

Aplikasi ini bisa diakses melalui website magma.vsi.esdm.go.id atau juga bisa diunduh di ponsel Android melalui Play Store. Beragam informasi tentang kebencanaan mulai dari status gunung berapi, gempa bumi, tsunami dan gerakan tanah tersaji dalam aplikasi tersebut.

Kepala PVMBG Kasbani menuturkan aplikasi ini dibuat untuk memudahkan pihak-pihak terkait dalam melakukan mitigasi bencana. Contohnya saat terjadi peningkatan status gunung berapi. Para pemangku kepentingan bisa lebih cepat melakukan langkah antisipasi dengan melihat informasi secara real time melalui aplikasi MAGMA.

"Tinggal di Indonesia berhimpitan sekali dengan potensi bencana. Kita harus meningkatkan kewaspadaan dengan mitigasi bencana yang baik. Melalui MAGMA saat ada potensi bencana bisa disampaikan secara cepat," kata Kasbani, saat ditemui di Kantor Badan Geologi, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (14/9/2017).

Dia melanjutkan, sumber informasi atau status kebencanaan yang berada di aplikasi ini didapat langsung dari lapangan. Untuk gunung berapi misalnya pihaknya menyebar lebih dari 200 pengamat di seluruh Indonesia.

"Jadi datanya langsung dari lapangan. Setelah kita lakukan validasi akan langsung tampil atau diinformasikan di dalam MAGMA. Intinya ini sangat membantu sekali," ujarnya.

Di lokasi yang sama, Founder and Developer MAGMA Devy Kamil Syahbana menambahkan, aplikasi ini dibuat sejak 2015 lalu. Tujuannya untuk memangkas alur informasi tentang kebencanaan yang selama ini terkesan lamban.

"Misalnya (dulu) kirim dari kantor (PVMBG) ke pemerintah daerah terus ke kecamatan, turun ke RT/RW dan akhirnya lama. Kita ingin inovasi memunculkan MAGMA Indonesia sehingga informasi berjalan lebih cepat," ujarnya.

Dia menyatakan, setiap laporan yang masuk ke PVMBG bisa langsung dilihat masyarakat melalui aplikasi ini. "Apa yang dilaporkan bisa langsung diakses masyarakat. Informasi kebencanaan geologi yang up to date seperti gunung api, gempa bumi, tsunami dan gerakan tanah bisa dilihat," ucapnya.

Sumber : Detikcom

Oorth, Medsos Karya Anak Bangsa Diluncurkan Oktober

Jakarta - Anda pengguna aktif media sosial (medsos)? Siap-siap, karena bulan depan, aplikasi medsos buatan anak negeri akan segera diluncurkan.

Adalah Oorth, nama aplikasi tersebut, yang dijadwalkan meluncur 7 Oktober 2017 di Kuningan, Jakarta. Meski demikian, Oorth saat ini sudah bisa dicoba dalam versi beta dengan mendownloadnya di www.oorth.id.

Oorth sendiri diinisiasi oleh tiga anak muda, Krishna Adityangga, Mulyono Herman dan Dhanny Ardiansyah. Krishna dan Dhanny berasal dari Solo. Sedangkan Mulyono berasal dari Bogor.

Masuknya Oorth, akan bersaing dengan aplikasi medsos lain yang sudah populer seperti Instagram, Facebook dan Twitter. Meski harus bersaing dengan nama-nama besar tersebut, para inisiator Oorth optimistis aplikasi mereka bakal diminati masyarakat karena memiliki fitur yang berbeda.

"Awalnya aplikasi ini dirancang berbasis kearifan lokal. Banyak aplikasi sejenis, hanya saja aplikasi tersebut dibangun bukan berdasarkan budaya lokal," kata Chief Information Officer (CIO) Oorth Mulyono Herman saat ditemui di kantornya di Solo, Senin (18/9/2017).

Chief Executive Officer (CEO) Oorth Krishna Adityangga, menjabarkan bahwa Oorth memiliki empat fungsi utama, yakni chat, donasi, e-wallet dan stream (komunitas).

"Ada dua layer, yaitu personal dan komunitas. Dengan personal, kita bisa pakai fasilitas chat. Ada juga feed, kalau di Facebook namanya wall. Tidak semua orang bisa melihat aktivitas kita, jadi tidak liar. Teknologi ini kita ciptakan agar tepat guna," ungkapnya.

Pada layer komunitas, pengguna dapat memanfaatkan Oorth bukan hanya sebagai alat komunikasi. Selain itu, terdapat juga fitur e-wallet dan organizer.

"Dengan adanya dompet elektronik, kita bisa melihat secara transparan berapa banyak kas komunitas, digunakan apa saja, bisa terlihat semua. Lalu dengan fitur organizer, anggota dapat melihat jadwal kegiatan dan membuat note komunitas," ujarnya.

Dengan adanya fitur e-wallet, kata Krishna, transaksi perdagangan pun dapat terfasilitasi dengan mudah menggunakan Oorth.

"Jika ada pengumpulan donasi, pakai Oorth juga dapat lebih mudah. Tidak perlu ribet pakai banyak rekening," ujarnya.

Sumber : Detikcom

Jenis dan Karakteristik Kopi Liberika

Kopi liberika adalah jenis kopi yang dihasilkan oleh tanaman Coffea liberica. Kopi ini disebut-sebut berasal dari tanaman kopi liar di daerah Liberia. Padahal sebenarnya ditemukan juga tumbuh secara liar di daerah Afrika lainnya.

Kopi liberika dibawa oleh bangsa Belanda ke Indonesia pada abad ke-19. Kopi ini dikembangkan untuk menggantikan tanaman arabika yang terserang wabah penyakit karat daun. Namun upaya tersebut kurang berhasil karena tanaman kopi liberika mengalami hal yang sama.

Saat ini kopi liberika ditanam secara terbatas di negara-negara Afrika dan Asia. Secara global produksinya jauh dibawah arabika dan robusta. Di Indonesia kopi liberika bisa ditemukan di daerah Jambi dan Bengkulu. Sebagian besar hasil produksi liberika dari tempat tersebut di ekspor ke Malaysia.
Sejarah budidaya

Seperti sudah disinggung sebelumnya, nama liberika diambil dari nama tempat ditemukannya jenis kopi ini yakni di daerah Liberia. Walaupun sebenarnya jenis kopi ini ditemukan juga di daerah lainnya di Afrika. Pada tahun 1878 Belanda membawa kopi liberika ke Indonesia untuk menggantikan tanaman kopi arabika yang rusak terserang penyakit karat daun atau Hemelia vastatrixi (HV).

Liberika diketahui lebih tahan terhadap penyakit HV dibanding arabika. Namun pada tahun 1907 tanaman liberika mengalami hal yang sama dengan arabika. Hampir semua perkebunan kopi liberika yang terletak di dataran rendah rusak terserang HV. Selanjutnya pemerintah Belanda mengganti liberika dengan jenis robusta.1

Daya tahan kopi liberika terhadap penyakit HV lebih baik dibanding arabika namun tidak setahan kopi robusta. Saat ini liberika ditanam secara terbatas, tidak sebanyak arabika atau robusta. Tanaman kopi ini kurang disukai petani karena rendemen hasil pengolahan buahnya rendah.

Kopi liberika merupakan tanaman endemik Afrika. Penyebarannya meliputi Liberia, Burkina Faso, Pantai Gading, Gabon, Gambia, Gana, Maurtania, Nigeria, Uganda, Kamerun hingga Anggola. Liberika banyak dibudidayakan di Indonesia, Malaysia, Filipina, Afrika Barat, Guyana dan Suriname. Selain itu secara terbatas dibudidayakan juga di Mauritius, India, Srilangka, Thailand, Taiwan, Vietnam dan Timor-timur.2

Di Indonesia, kopi jenis ini bisa ditemukan di daerah Jambi dan Bengkulu. Di Jambi, produsen liberika terkonsentrasi di wilayah Tanjung Jabung.

Nama ilmiah untuk kopi liberika adalah Coffea liberica var. Liberica. Pada awalnya tanaman ini digolongkan ke dalam spesies yang sama dengan kopi robusta dengan nama ilmiah Coffea canephora var. liberica. Namun pengelompokkan terbaru menyatakannya sebagai spesies tersendiri dengan nama Coffea liberica.4 Karena secara morfologi dan sifat-sifat lainnya berbeda dengan robusta. Selain kopi liberika, terdapat varietas lain dalam spesies Coffea liberica yakni kopi excelsa dengan nama ilmiah Coffea liberica var. Dewevrei.

Deskripsi tanaman (D. Blair, 1876)
Buah kopi liberika memiliki ukuran cukup besar. Bentuknya bulat hingga lonjong dengan panjang sekitar 18-30 mm. Dalam satu buah terdapat 2 biji kopi yang masing-masing memiliki panjang sekitar 7-15 mm. Diantara jenis kopi budidaya lainnya, liberika memiliki ukuran buah paling besar.5

Namun meski buahnya besar, bobot buah keringnya hanya 10% dari bobot basahnya. Sifat seperti ini kurang disukai para petani karena penyusutan bobot saat panen hingga buah siap olah cukup tinggi. Sehingga ongkos panen menjadi relatif lebih mahal.6 Keadaan ini yang membuat petani enggan mengembangkan jenis kopi liberika.

Habitat tumbuh
Kopi liberika tumbuh baik di daerah tropis dataran rendah dengan ketinggian 400-600 meter dari permukaan laut. Namun tetap bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian 1200 meter. Suhu ideal pertumbuhannya ada pada kisaran 27-30ºC dengan curah hujan 1500-2500 mm per tahun.7 Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik pada lahan yang tersinari penuh ataupun di bawah naungan pohon lain. Kopi liberika juga memiliki toleransi tinggi pada tanah yang kurang subur. Jenis tanaman ini bisa tumbuh di atas tanah lempung hingga tanah berpasir serta tahan terhadap kekeringan maupun cuaca basah.

Varietas tanaman
Varietas kopi liberika tidak banyak, yang populer diantaranya Ardoniana dan Duvrei. Pada tahun 2014, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslit Koka) melepas spesies kopi liberika dengan nama varietas “Libtukom” kependekan dari Liberika Tunggal Komposit. Libtukom merupakan varietas liberika pertama yang dianjurkan di Indonesia. Varietas libtukom dikembangkan dari kopi liberika yang ada di daerah Tanjung Jabung Barat, Jambi. Varietas ini memiliki keunggulan tahan hama karat daun, bisa ditanam di dataran rendah dan bisa ditanam di lahan marginal seperti tanah gambut.

Liberika varietas libtukom memiliki kemiripan dengan excelsa. Namun terdapat beberapa ciri yang membedakannya, yakni libtukom memiliki daging buah yang tebal sedangkan excelsa lebih tipis mirip arabika. Selain itu pada pupus daunnya, libtukom berwarna hijau hingga hijau kecoklatan sedangkan excelsa merah kecoklatan.

Perdagangan kopi liberika
Kopi liberika tidak banyak diperdagangkan di pasar internasional. Saat ini perdagangan kopi dunia didominasi oleh jenis arabika sekitar 70% dan robusta 28%, sisanya jenis liberika dan excelsa. Di wilayah Asia Tenggara, liberika banyak disukai oleh konsumen di Malaysia. Kopi liberika asal Indonesia sebagian besar diekspor ke Malaysia, sisanya diperdagangkan secara lokal.